Membangun kesungguhan melalui potensi untuk menjemput kemuliaan

freepik.com

Oleh: Muhammad Allif

Potensi, kesungguhan, dan Kemuliaan

Pondok Pesantren Mahasiswa Universal—Dalam kajian rutin subuh, Abi Tatang memulai kajian dengan sebuat nasihat, “orang sehat yang suka meminta-minta adalah aib besar” Apalagi jika ia sebenarnya diberi potensi oleh Allah tetapi memilih mematikan potensinya. Abi mengutip perkataan seorang penyair libanon, Kahlil Gibran yang menyebut “Orang yang mematikan potensi dirinya adalah kafir di mata Tuhan.” Abi menjelaskan bahwa bukan kafir dalam arti keluar dari agama, tetapi kufur nikmat yang berarti mengingkari karunia yang telah Allah anugerahkan.

Aib terbesar dalam hidup bukanlah kemiskinan, bukan pula kekurangan fisik, melainkan ketidakmauan memanfaatkan potensi diri. Betapa banyak orang yang sebenarnya mampu, tetapi memilih bermalas-malasan, menyia-nyiakan waktu, dan berharap mendapatkan kedudukan tanpa usaha.

Kedudukan Diraih dengan Effort dan Pengorbanan

Kemuliaan dan kedudukan tinggi tidak pernah datang dengan mimpi kosong. Kedudukan tinggi hanya bisa diraih dengan effort, pengorbanan, dan keberhasilan memanfaatkan potensi diri. Salah satu latihan effort yang ditekankan KH. Tatang adalah shalat tahajud. Bangun di sepertiga malam untuk bersujud kepada sang pencipta adalah bentuk kesungguhan yang nyata. Bukan hanya latihan spiritual, tetapi juga latihan kedisiplinan, konsistensi, dan kesadaran diri.

Beliau juga menyinggung orang yg mimpinya tinggi tapi usahanya nol melalui syair dalam kitab Taklimul Mutaalim, “Banyak orang yang ingin mulia, ingin punya kedudukan tinggi tapi tidur terus,” Abi mengungkapkan bahwa tahajud adalah bukti nyata antara orang yang serius mengejar kemuliaan dengan orang yang hanya bermimpi.

Tahlil Tahajud sebagai dasar perjuangan

Tahlil Tahajud Merayu Allah dengan Tahlil dan menjemput kemuliaan dengan Qiamul Lail adalah Tradisi ke 9 dari 10 Tradisi Harian Universal. Maksud dari Tradisi ini adalah istiqomah dalam kebaikan melatih diri agar terbiasa bangun malam, berdzikir, berdoa, dan Mendekatkan diri dengan Allah. Mengabaikan tahajud sama saja seperti mengabaikan kesempatan besar. Seperti seseorang yang punya perahu untuk menyelami samudra, tetapi ia hanya tidur di pantai. Padahal, menyelami samudra malam adalah cara untuk menemukan mutiara kemuliaan.

Pesantren dan Kampus: Dua Lahan untuk membangun Potensi

KH. Tatang juga menyinggung perbedaan antara pesantren dan kampus dalam membentuk potensi dan pembelajaran. Menurutnya, di Pesantren biasanya lebih menekankan aspek kognitif, berupa penguasaan ilmu agama, hafalan, pemahaman kitab, dan penguatan akidah. Sementara di Kampus lebih menekankan aspek non-kognitif, yang mencakup knowledge, afektif, dan psikomotorik yaitu ilmu pengetahuan umum, sikap dan mental, keterampilan,Serta kemampuan praktis. Dengan menyatukan perbedaan ini, pesantren dan kampus saling melengkapi. Pesantren menguatkan fondasi Rohani dan intelektual, sementara kampus mengasah kemampuan sosial dan profesional. Namun, keduanya tetap menuntut hal yang sama: effort yang konsisten dan istiqomah.

Sebagai akhir, K.H. tatang kembali menegaskan perihal Hidup bukan perjalanan untuk disia-siakan. Potensi adalah amanah yang diberikan Allah kepada kita maka dari itu kita harus sungguh-sungguh untuk mengembangkan nya dan menggunakannya untuk kebaikan. Sejalan dengan itu kemuliaan pun hanya bisa diraih melalui usaha yang sungguh-sungguh bukan hanya dengan ucapan ucapan semata apalagi dengan tidur yang terlalu banyak. Maka, Tahajud dapat menjadi simbol effort tertinggi karena merupakan simbol perjuangan melawan diri sendiri, melawan rasa malas, demi meraih kedekatan dengan Allah, jangan biarkan potensi tertidur dalam mimpi. Bangunlah dengan kesungguhan, siramilah dengan istiqomah, dan hiasilah dengan doa di sepertiga malam. Sebab, kemuliaan hanyalah milik mereka yang bersungguh-sungguh.