Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU)- Di tengah derasnya arus perdebatan sosiokultural, peran santri kembali diuji. Selain mempelajari ilmu agama, santri juga harus memiliki etos berbangsa dan bernegara. Santri kini berada dalam tiga tantangan besar: sosial kemasyarakatan, politik kenegaraan, dan relasi global.
Dewan Pengasuh PPMU, Tatang Astarudin menekankan pentingnya kesadaran posisi di samping kesadaran fungsional. Sebagai catatan, dalam beberapa pengajiannya ia sering menjelaskan bahwa kesadaran posisi adalah kesadaran karena kedudukannya sedangkan kesadaran fungsional adalah kesadaran karena panggilan etis dan fungsional bukan karena iming-iming. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa santri kini dihadapkan dalam tiga tantangan perjuangan.
“Santri itu hidup dalam tiga domain tantangan yaitu berada ditengah-tengah masyarakat sehingga
harus menjadi contoh, santri harus memastikan politik kenegaraan tetap seperti apa yang
dikehendaki para pendiri, dan relasi santri dalam konteks global,” jelasnya dalam sebuah
pengajian, Sabtu (25/10/2025).
Menurutnya, masyarakat sekarang dibikin gaduh dengan perdebatan sosio-kultural yang
memojokan pesantren. Ia menilai bahwa media sebagai corong informasi salah kaprah dalam
memahami permaslahan yang ada di pesantren. “Sesuatu yang seharusnya tak layak dijadikan
masalah malah dimasalahkan, sedangkan hal yang memang bermasalah justru tidak
dipermasalahkan,” tegasnya.
Ia menyampaikan wejangan bahwa dalam beramal kebaikan hendaklah santri menjadi garda
terdepan. Bukan sebaliknya, kita tidak bisa melakukan kebaikan akan tetapi memaki-maki orang lain agar terjerumus dalam kejelekan. “Lebih baik diam-diam mendahului orang lain, daripada
teriak-teriak mencaci maki orang lain,” ujarnya
Menguatkan Partisipasi Melalui Dakwah Digital
Dalam ranah sosial, santri harus mampu beradaptasi dan berkolaborasi dengan masyarakat.
Bagaimanapun juga, santri sebagai comunity yang berada di tengah-tengah masyarakat harus
mampu bekerja sama dalam membangun masyarakatnya. “Santri harus memperkuat partisipasi masyarakat karena itu menjadi kunci dalam membangun kohesifitas dan solidaritas,” katanya.
Selain itu, Ia juga menjelaskan bahwa di era digital tantangannya semakin kompleks. Dakwah
tidak hanya di mimbar, melainkan di layar kaca yang mudah menyebar. “Hari ini tantangan santri
adalah dakwah digital. Santri harus menunjukan kegiatan-kegiatannya dalam rangka kebaikan,”
jelasnya.
Santri harus Menjaga Bangsa dan Negara
Ranah kedua ialah perjuangan menjaga arah politik kenegaraan. Santri memiliki tanggung jawab
moral agar arah negara ini tetap sejalan denga napa yang dicita-citakan oleh founding parents. Ia
menafsirkan bahwa tata negara yang ada sekarang merupakan hasil kompromi bersama sehingga
tidak bisa dibenturkan antara negara dan agama. “Bagi santri,sistem politik itu merupakan siyasah
ijtihadiyah bukan persoalan akidah sehingga apapun bentuknya nilai-nilai Islam itu menjadi
pokoknya,” terangnya. .
Kehidupan berbangsa dan bernegara tentu tidak bisa lepas dari kritik. Ia mencontohkan, di negara
seperti Maroko, kritik sosial justru muncul dari kalangan sufi. “Tasawuf adalah bentuk kritik
terhadap sistem hukum yang tidak logis. Di Indonesia sendiri, banyak pemimpin perlawanan dulu
berasal dari para pengamal tarekat,” jelasnya.
Mesipun demikian, kritik yang diberikan hendaklah konstruktif. Setiap warga negara tentu
memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban untuk peduli pada negaranya dan hak hidup di dalamnya.
Menurutnya, Orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap negaranya maka tidak berhak
mendapatkan hak-hak kewarganegaraannya. “Negara yang engkau tidak bangga kepadanya,
engkau tidak berhak hidup di dalamnya,” tegasnya.
Santri dalam Tatanan Global
Tantangan ketiga bagi santri ialah membangun pemahaman relasi global. Sudah seharusnya santri
peduli terhadap isu-isu dunia karena dampaknya langsung terasa pada lingkungan nasional.Ia
mengajak agar santri mampu menyuarakan hal-hal yang sudah menyimpang dari tujuan agama dan
cita-cita negara. “Mari kita menyuarakan hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan negara yaitu
menjaga ketertiban dunia dan keadilan sosial karena masih banyak di dunia ini yang memiliki hati
nurani,” ujarnya.
Selain itu, ia menegaskan prinsip kesantrian yang dapat dijadikan acuan dalam berkiprah
membangun bangsa dan negara. “Prinsip santri itu mandiri, Ikhlas, sederhana, kebersamaan,
kebangsaan, dan keilmuan. Perjuangan apapun harus dilandasi keikhlasan bukan karena imingiming, tapi karena tanggung jawab rasa kepemilikan,”
Ia menutup pengajian dengan ajakan agar para santri membangun kesadaran kedewasaan dan
tanggung jawab. Kendati setiap warga negara dijamin akan kebebasannya dalam menjalankan
hidupnya, tetapi harus disertai pertanggungjawaban pada akhirnya. “Di mahad ini ada kebebasan,
tapi kebebasan yang bertanggung jawab,” tutupnya.


