
Dini hari masih berbalut keheningan saat suara alarm mulai menggema dari berbagai sudut kamar. Beberapa santri terbangun dengan mata yang masih berat, sementara yang lain menggeliat enggan meninggalkan kasur. Namun, di antara kantuk yang belum luruh, ada senyum yang tersungging di wajah-wajah mereka ini adalah sahur pertama di pondok, momen yang selalu dinanti, meski tak pernah mudah dijalani.
“Akhirnya, kita sahur bareng lagi di pondok!” seru seorang santri sambil merapikan selimutnya. Sebuah kalimat sederhana, tapi sarat makna. Setelah berbulan-bulan menikmati kenyamanan rumah, kini mereka kembali ke kebersamaan yang tak kalah hangat persaudaraan di pondok pesantren.
Di rumah, sahur mungkin berarti meja makan yang tertata rapi, aroma masakan ibu yang menggugah selera, serta suasana tenang dalam lingkup keluarga. Namun, di pondok, sahur adalah riuhnya suara teman-teman yang saling membangunkan dengan cara yang unik—ada yang mengetuk pintu, ada yang dengan lantang mengingatkan dari pengeras suara, bahkan ada yang dengan jahil menarik selimut sahabatnya. Bukan sekadar membangunkan, tetapi menghidupkan suasana yang akan menjadi bagian dari kenangan bertahun-tahun ke depan.
Saat tiba di kantin, aroma masakan sederhana menyambut mereka. Nasi hangat, soto ayam, dan telur rebus mungkin bukan hidangan mewah, tetapi dalam kebersamaan, semuanya terasa lebih nikmat. Ada yang masih setengah sadar sambil memegang sendok, ada yang sibuk bercanda, ada pula yang lahap menyantap makanan seperti ini adalah perjamuan terakhir sebelum peperangan.
“Di rumah, biasanya ibu yang nyiapin. Sekarang harus antri sendiri, tapi justru itu serunya sahur di pondok,” kata Sopia, santri baru yang masih beradaptasi dengan ritme kehidupan pesantren. Di sekelilingnya, tawa dan canda terus mengalir, membuat kantuk yang tadi terasa berat perlahan menghilang.
Bagi santri yang sudah bertahun-tahun menjalani Ramadan di pondok, sahur pertama ini bukan hanya tentang mengisi perut sebelum puasa. Ini adalah awal dari serangkaian momen yang selalu ditunggu tarawih berjamaah, tadarus hingga larut, diskusi kitab selepas Subuh, dan kebiasaan-kebiasaan khas yang hanya muncul saat Ramadan tiba. “Setiap tahun selalu ada cerita baru, ada kejutan yang bikin kangen,” ujar Zahra, santri kelas akhir yang tahu betul bagaimana Ramadan di pondok selalu membawa kehangatan tersendiri.
Saat adzan Subuh berkumandang, para santri bergegas mengambil wudhu. Lelah masih terasa, kantuk belum sepenuhnya pergi, tetapi semangat Ramadan lebih kuat dari segalanya. Di pondok, sahur bukan hanya soal makan di waktu dini hari tetapi tentang kebersamaan, kemandirian, dan keberkahan yang akan selalu melekat dalam ingatan.
Penulis: Fina dan Rika
Editor: Hasemi
Redaktur: Muhamad Maksugi